|
inulwara.blogspot.com |
Persyaratan Guru Menurut Undang Undang
Nomor 14 Tahun 2005.
Selain persyaratan sebagai PNS, jabatan
guru juga memiliki persyaratan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor
14 Tahun 2005 Pasal 8. Pasal ini menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Persyaratan Kualifikasi Akademik
Mencermati pasal 9 undang undang ini,
tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1)
atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP
atau guru pada jenjang pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, Persyratan
ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnilogi serta seni. Mungkin untuk saat ini (tahun 2007)
persyaratan diatas dianggap memadai, tetapi 10 tahun atau 20 tahun yang akan
datang belum tentu persyaratan tersebut dianggap layak. Sekarang ni di
masyarakat sedang berkemabang wacana kulifikasi akademik untuk jabatan
persiden. Ada gagasan bahwa kualifikasi akademik minimal untuk jabatan presiden
adalah sarjana (S1). Gagasan ini telah menimbulkan pro dan kontra di
masyarakat.
Untuk yang pro mengemukakan bebagai alasan untuk mendukung
kesetujuannya itu, sebaliknya bagi yang kontra juga mengutarakan berbagai argumen untuk memperkuat
ketidaksetujuannya. Sekarang Anda bagaimana? Pro dan kontra, Mungkin diantara
Anda ada yang pro dengan alasan “guru SD saja yang hanya mengurus peserta didik
1 kelas dituntut persyaratan minimal ijazah S1, apa logis jabatan presiden
dibebaskan dari persyaratan kualifikasi akademik”. Sebagai pendidik murni tak
perlu terjebak dalam hal hal seperti itu. Kita harus bisa memilah milah mana
yang hakikat mana yang bukan, mana yang substabsi mana yang bukan, mana yang esensi
dan mana yang bukan.
Persyaratan Kompetensi
Kompetensi yang wajib dimiliki guru disebutkan
dalam pasal 10 yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional.
Persyaratan Sertifikat Pendidik
Pada tuhun 70-an, pengangkatan menjadi
guru rujukan utamanya adalah ijazah keguruan. Awal tahun 80-an Lembaga
Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) membuka program baru, yaitu program diploma
(D1, D2, D3) dan program strata satu (S1). Lulusan program ini selain ijzah
juga mendapat sertifikat akta. Persyaratan untuk menjadi guru berubah, selain
ijazah akta mengajar merupakan rujukan pokok lulusan perguruan tinggi non guru
yang ingin menjadi guru harus memiliki akta mengajar, baru bisa diangkat
menjadi guru. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Program
akta yang selama ini telah berjalan, nampaknya akan berganti nama menjadi
program sertifikasi. Program ini akan memberikan sertifikat pendidik kepada
calon guru dan guru yang lulus uji kompetensi.
Persyaratan Kesehatan
Persyaratan ini meliputi kesehatan
jasmani dan rohani. Guru harus sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama
penyakit menular. Hal ini penting karena pekerjaan guru sehari hari
berinteraksi dengan peserta didik. Pernah terjadi kasus, seorang guru SD X
terkena penyakit menular. Guru tersebut tidak diperkenankan mengajar dan
diberikan tugas tugas administrasi. Selain tidak berpenyakit, guru juga tidak
cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan
tugas. Termasuk ke dalam persyaratan kesehatan jasmani adalah buta warna. Guru
seharusnya tidak buta warna, mengapa? Anda pasti sudah tahu jawabannya. Guru
juga harus sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit
jiwanya (psychose). Tugas guru tidak mungkin dilaksanakan oleh orang orang yang
mengidap neurose dan psychose.
Persyaratan Kemampuan Untuk
Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional
Persyaratan ini lebih mengarah pada
tugas guru sebagai pengajar. Guru harus mampu mengutarakan peserta didiknya
mencapai tujuan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang pada
herarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti
tercapainya tujuan kurikuler. Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti
tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna
tercapainya tujuan pendidikan nasional.
PERSYARATAN KHUSUS
Berikut ini adalah persyaratan seorang guru menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005:
Memiliki Akhlak Mulia
Guru adalah panutan peserta didk. Secara
alamiah, peserta didik dibekali dengan dorongan untuk meniru. Meniru perbuatan
yang buruk lebih mudah dilakukan
daripada meniru perbuatan yang baik. Bagi peserta didik SD, lebih mudah
meniru apa yang dilakukan gurunya dari pada menerima penjelasan penjelasan
verbal dari gurunya. Agar peserta didik itu meniru hal hal yang baik maka guru wajib memiliki akhlak yang terpiji.
Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan pada guru untuk membentuk peserta
didiknya agar memiliki akhlak mulia
(lihat pasal 3 UU No 20 Tahun 2003). Bagaimana tugas ini dapat dilaksanakan
guru, jika guru sendiri tidak berakhlak mulia.
Bagaimana pendapat Anda, jika
seorang guru yang sering terlambat datang mengajar, suatu hari menegur peserta didiknya yang terlambat datang untuk mengikuti
pelajaran? Dalam hatinya pasti berkata kata “Bapak saja langganan terlambat,
saya terlambat sekali saja dimarahi, ini tidak adil”. Teguran guru, masuk
telinga kiri dan keluar telinga kanan, tidak berbekas apa apa pada diri peserta didik.
Memiliki Kewibawaan
Perbuatan mendidik tidak dapat dilakukan
atau akan sia – sia seandainya peserta didik tidak mengetahui kewibawaan
pendidik. Tanpa kewibawaan, peserta didik akan berbuat sesukanya tanpa
menghiraukan kehadiran si pendidik. Apakah sebenarnya kewibawaan itu?
Kewibawaan muncul terutama karena kemampuan yang tercermin dari kepribadian seseorang.
Kepribadian memancarkan kesediaan, kesanggupan, keterampilan, ketegasan, kejujuran,
kesupelan, tanggung jawab dan kerendahan hati merupakan sumber munculnya
kewibawaan. Kewibawaan tidak dapat muncul hanya karena kepandaian atau ilmu
pengetahuan yang cukup. Tidak dapat pula diukur dengan keadaan jasmani yang
tinggi besar atau dengan pangkat dan sebagainya.
Tidak sedikit guru yang
kewalahan menghadapi peserta didiknya karena tidak memiliki kewibawaan. Apakah
kewibawaan itu sama dengan kekuasaan? Kewibawaan tidak sama dengan kekuasaan,
meskipun dalam pemakaian sehari hari sepintas lalu kelihatan sama. Hal ini
disebabkan akibat keduanya sama yaitu patuh, tetapi akar dari kepatuhan itu
berbeda. Kewibawaan itu muncul berakarkan pada kepercayaan, yaitu kepercayaan yang
timbal balik.
Pihak yang satu percaya bahwa si pemangku kewibawaan ini mampu
melakukan sesuatu yang dipercayakan kepadanya dengan penuh tanggung jawab.
Tidak ada keragu-raguan untuk mengakui kewibawaan tersebut. Pihak yang lain (Si
pemangku kewibawaan) percaya pada dirinya bahwa ia dapat melakukan tugas yang
dibebankan kepadanya dan percaya bahwa pihak yang diluar dirinya akan sedia
mengikuti kebijaksanaan yang dijalankannya untuk tujuan bersama. Kepercayaan
ini menimbulkan keyakinan pada masing masing pihak sehingga muncullah kesediaan
menerima dan mematuhi pada satu pihak, dan kesediaan menjalankan tugas dengan
penuh tanggung jawab pada pihak yang lain. Kepercayaan yang timbal balik ini
menimbulkan keyakinan dan kesediaan yang timbal balik pula.
Kesediaan guru
untuk membantu peserta didik dengan penuh ketekunan, kesabaran dan tanggung
jawab sehingga peserta didik juga sedia mematuhi apa yang diperintahkan
kepadanya. Lalainya guru akan tanggung jawab, menyebabkan berkurangnya kepercayaan peserta didik pada
guru, ini berarti berkurangnya keyakinan peserta didik atas kemampuan guru dan berkurang
pulalah kesediaan peserta didik untuk mematuhi guru. Jika dihubungkan dengan
kekuasaan, dalam kewibawaanpun harus ada kekuasaan.
Guru telah memperoleh kekuasaan
ini pada saat ia diangkat sebagai guru oleh pihak yang berwenang. Kekuasaan ini
dapat digunakan pada saat terjadi pelanggaran oleh peserta didik. Jadi
kekuasaan mendukung kewibawaan. Namun demikian kekuasaan yang ditujukan untuk
keperluan mendidik haruslah berakar pada kepercayaan. Pada umumnya kekuasaan ini muncul karena
“kekuatan” dan muncullah rasa takut akan kekuatan itu, maka anak menurut dan
patuh. Disinilah letaknya perbedaan antara kewibawaan dan kekuasaan. Pada
kewibawaan kepenurutan peserta didik atas dasar kesediaan dan kerelaan mematuhi
si pendidik/guru, tetapi kekuasaan atas dasar rasa takut.
Memiliki kesabaran dan ketekunan
Pekerjaan guru membutuhkan kesabaran dan
ketekunan karena peserta didik yang dihadapi memiliki latar belakang yang berbeda
beda, baik latar belakang keluarga, ekonomi, sosial, budaya maupun kemampuan.
Pribadi-pribadi dengan temperamen dingin lebih cocok untuk jabatan guru
daripada individu-individu bertemperamen panas.
Mencintai peserta didik
Apapun yang dilakukan guru semata-mata didasarkan atas kecintaanya kepada peserta didik. Pemberian perintah, larangan, ganjaran, hukuman, semua itu dilandasi rasa cinta kepada peserta didik agar peserta didik menjadi orang yang berguna bagi orang tua, masyarakat dan negara.