|
inulwara.blogspot.com |
Masih ingat dengan program
Full Day School dari Mendikbud yang telah diberlakukan mulai tahun pelajaran 2017/2018?
Full Day School (FDS) atau biasa dikenal pada masyarakat dengan istilah sekolah 5 hari mengacu pada
Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bapak Muhadjir Effendy di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Permendikbud ini sebenarnya tidak hanya memuat tentang besaran jumlah hari sekolah dan jam efektif pembelajaran tiap minggunya namun, menjelaskan bagaimana peranan penguatan pendidikan karakter (PPK) di sekolah sangat diprioritaskan. Selain itu, sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga mengacu pada 3 hal pokok, yakni: intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Seiring berjalannya waktu, Permendikbud No. 23 Tahun 2017 bagi sebagian kalangan baik guru, masyarakat, maupun praktisi dan pemerhati pendidikan menganggap terlalu dipaksakan pemberlakuannya saat ini dengan berbagai macam alasan. Dari beberapa sumber yang didapat, Permendikbud ini ditentang banyak kalangan menyangkut beban kerja yang cukup memberatkan para guru, dimana setiap guru harus memenuhi paling tidak 40 jam beban kerja perminggunya. Selain itu, atas kewajiban 40 jam perminggunya menyebabkan jumlah hari sekolah akan semakin lama meskipun disebut 5 hari. Hal itu yang juga dianggap cukup menyita waktu yang memungkinkan mematikan jenis kegiatan lain di luar sekolah, khususnya tentang kegiatan keagamaan meskipun pada dasarnya dalam Permendikbud tersebut tidak menghilangkan atau mengurangi kegiatan keagamaan, hanya saja diformalisasikan dalam satu waktu pembelajaran (terintegrasi) di sekolah yang disebut ekstrakurikuler.
Kuatnya tentangan untuk membatalkan pemberlakuan Permendikbud ini memaksa presiden Joko Widodo menengahi masalah ini dengan memutuskan bahwa Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tidak diwajibkan pemberlakuannya pada tiap sekolah, melainkan memberi ruang kepada masing-masing sekolah untuk melaksanakan atau tidaknya tergantung sekolah masing-masing. Pernyataan presiden di atas ternyata tidak serta merta dapat menggugurkan Permendikbud No. 23 Tahun 2017 karena masih sebatas lisan sehingga banyak kalangan yang masih tidak puas dan menuntut presiden untuk mengeluarkan Perpres pembatalan Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Bertepatan tanggal 6 September 2017 terbitlah
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang statusnya menggugurkan Permendikbud No. 23 Tahun 2017. Dalam Perpres ini, pertentangan yang terdapat dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2017 khususnya menyangkut jumlah 5 hari sekolah tidak lagi menjadi kewajiban yang mengikat dalam penerapan PPK. Artinya, penerapan PPK tidak mesti harus diselenggarakan di jalur pendidikan formal saja, namun dapat diterapkan pada jalur pendidikan nonformal dan informal. Dan untuk pelaksanaan PPK di jalur pendidikan formal harus terintegrasi antara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler dan dapat dilakukan kerjasama dengan jalur pendidikan nonformal atau lembaga keagamaan atau lembaga lain yang terkait. Masing-masing sekolah dapat menetapkan 5 hari atau 6 hari sekolah dalam 1 minggu dengan mempertimbangkan beberapa aspek:
- Kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan;
- Ketersediaan sarana dan prasarana;
- Kearifan lokal; dan
- Pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar komite Sekolah/Madrasah.
Meskipun Perpres ini sudah berlaku dan menggugurkan status Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, namun Perpres ini tetap menekankan pada pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah. Jadi, tugas Anda sebagai guru selain kewajiban memenuhi kelengkapan administrasi pembelajaran, Anda juga dituntut untuk memperkuat pendidikan karakter peserta didik di sekolah yang sifatnya terintegrasi antara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik secara mandiri atau bekerjasama dengan jalur pendidikan nonformal atau lembaga terkait lainnya.