|
inulwara.blogspot.com |
Perhatian terhadap hak asasi
manusia (HAM) akhir-akhir ini semakin
besar. Bahkan, HAM telah menjadi tuntutan
di berbagai negara seluruh dunia agar setiap orang menghormatinya,
terutama negara dan hukum. Pelanggaran
terhadap HAM akan berakibat suatu negara itu akan dikucilkan dari masyarakat
internasional. Hal ini dimungkinkan karena kemajuan iptek, telekomunikasi dan informasi sehingga masyarakat
mudah mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan hak-haknya. Namun
demikian, pemahaman setiap orang tentang HAM bermacam-macam sehingga sering
menimbulkan konflik. Nilai-nilai yang mendasari HAM belum dikuasai secara
benar,sementara itu nilai-nilai lama sudah ditinggalkan. Akibatnya, terjadi
kebingungan dalam memahami HAM. Pada artikel kali ini Anda diajak untuk
memahami konsep, makna, sistem nilai, dan asas-asas HAM. Harapannya, Anda dapat
memiliki pengetahuan dan pemahaman
secara mendalam dan menyeluruh tentang HAM. Pemahaman HAM itu sangat
penting sebagai dasar untuk memahami rasional dan tujuan pendidikan HAM dengan
baik. Selamat belajar! :D
Makna Hak Asasi Manusia dan Kewajiban
Asasi Manusia
Manusia dilahirkan dalam keadaan bebas.
Kebebasan manusia sebagai anugerah Tuhan. Kebebasan diberikan manusia ketika ia
bebas menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mempertimbangkan
sesuatu ia dibekali oleh Tuhan dengan akal pikir (rasio) dan keyakinan (agama). Kebebasan itu kemudian
menjadi tuntutan setiap manusia yang dilahirkan dan disebut sebagai hak
asasi. HAM sering disebut sebagai human
right, dan dipahami banyak orang secara
keliru. HAM itu hanya diartikan secara
sempit sebagai kebebasan. Padahal, HAM itu
lebih luas daripada kebebasan atau
kebebasan itu hanya sebagian dari HAM. Secara teoritik HAM lebih mudah
dipahami daripada dilakukan dalam perilaku. HAM dapat diartikan sebagai hak
dasar yang dibawa manusia sejak lahir, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
dan tidak dapat diganggu gugat atau dicabut olehsiapapun juga dan tanpa hak
dasar itu manusia akan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai
manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Apa
saja yang dapat dikatakan hak dasar manusia itu? Hak dasar manusia adalah
hak-hak yang sifatnya mendasar dan melekat pada manusia. Tanpa hak dasar itu,
manusia tidak dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya. Sejak
dilahirkan, manusia telah membawa hak
dasar itu. Ketika manusia dilahirkan, ia dalam keadaan lemah dan tidak berdaya.
Ketidakberdayaan itu membuat manusia perlu mendapat pertolongan dari manusia
lainnya yaitu melalui pendidikan. John Dewey (1961) menyebut manusia itu
sebagai homo educandum, artinya dapat dididik, mendidik, dan perlu dididik.
Dikatakan dapat dididik karena manusia itu dapat diubah perilakunya. Mengingat
dapat diubah, maka manusia itu dapat tumbuh dan berkembang. Dikatakan mendidik
karena manusia itu dapat mengubah perilaku diri dan orang lainnya sehingga
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat ditransformasikan dan diwariskan,
serta dikembangkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dikatakan
perlu dididik karena tanpa pendidikan
maka manusia tidak dapat hidup secara layak sebagai manusia. Oleh karena itu
pendidikan adalah hak setiap orang yang harus dipenuhi agar kehidupannya layak dan
bermartabat. Sekalipun manusia ketika dilahirkan dalam keadaan lemah, namun
tidak ada satu alasan apapun bahwa hak dasar itu dapat dicabut oleh siapa pun
juga, termasuk oleh negara dan hukum. Justru hukum dan negara diperlukan untuk
melindungi dan menjamin agar hak dasar itu tidak dilanggar oleh orang lainnya.
Bagaimana halnya dengan para narapidana yang dihukum dan hidup di dalam penjara atau lembaga pemasyarakatan
(LP)? Apakah kebebasannya yang dirampas oleh hukum itu merupakan pelanggaran
HAM? Mengapa demikian? Siapakah yang
memberikan hak dasar itu kepada manusia? Apakah hak dasar itu diberikan oleh
sesama manusia, negara, hukum, ataukah Tuhan? Mengapa demikian? Jika hak dasar
itu diberikan oleh sesama manusia, atas dasar apa manusia itu memperoleh
legitimasi memberikan hak dasar itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat
dikemukakan konsep HAM secara
fundamental theologis yang mengatakan bahwa hak dasar yang dibawa manusia sejak
lahir itu adalah anugerah Tuhan.
Konsep HAM ini didasarkan pada keyakinan
theistik religius bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu ada. Seluruh manusia
bergantung dan taat pada ajaranNya agar dapat hidup selamat dan sejahtera.
Misalnya, hak hidup manusia. Hak hidup iniadalah hak untuk memperoleh kehidupan
yang melekat dan dimiliki setiap orang bukan
diberikan oleh hukum atau negara tetapi
anugerah Tuhan. Ketika seseorang lahir dalam keadaan lemah, ia ditolong oleh
orang lain. Pertolongan orang itu untuk menjamin agar kehidupannya tidak
dirampas oleh seseorang. Konsep HAM tidak
hanya berdimensi theologis saja, tetapi juga berdimensi ideologis filosofis,
moral, dan yuridis konstitusional
(Slamet Marta Wardya dalam Muladi, 2005). Dikatakan bercorak ideologis karena konsep HAM itu
berkaitan dengan hak dasar manusia berlandaskan
ideologi yang dianut oleh suatu negara. Misalnya, ideologi komunisme atau
kapitalisme akan selalu memandang HAM sesuai dengan ajaran ideologi tersebut.
Disamping bercorak ideologis, konsep HAM juga dikatakan bersifat filosofis
karena hak dasar manusia itu selalu menyangkut kepentingan fundamental manusia.
Oleh karena fundamental maka konsep HAM bersifat
substansial, esensial, dan abstrak. HAM berkaitan dengan nilai dasar manusia
dan menyentuh sendi-sendi kemanusiaan. Misalnya tanpa HAM maka harkat dan martabat
sebagai manusia akan hilang. Dengan kata lain kemanusiaan akan hilang manakala
HAM itu dicabut oleh pihak lain. Bagi bangsa Indonesia HAM itu bukan hanya
universal berupa hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir semata,
melainkan disesuaikan dengan kebudayaan
dan yuridis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Hal ini perlu dipahami semua orang sebab HAM itu selalu berkaitan dengan
doktrin, filsafat, dan wawasan bangsa Indonesia, baik sebagai individu maupun
sebagai masyarakat. Kehidupan individu
maupun masyarakat Indonesia itu berasaskan kekeluargaan. Hal ini berkaitan
dengan cara pandang bangsa Indonesia terhadap jati dirinya yaitu hakikat kodrat
sebagai manusia. Pada hakikatnya manusia Indonesia secara utuh dapat
dikembalikan pada kodratnya yang theistik religius.
1.
Struktur kodrat manusia
Secara struktural manusia itu tersusun
atas jasmani dan rohani. Sebagai makhluk jasmaniah, fisik manusia mengalami
pertumbuhan. Jasmani manusia terdiri atas unsur unorganis, fisiko-kemis, vegetatif, dan
animal (Anton Baker, 1993). Bila dibandingkan dengan makhluk lainnya, jasmani
manusia itu memiliki sifat-sifat yang mirip,
membutuhkan gerak, makanan dan minuman sebagaimana tumbuhan dan hewan
yang tumbuh dan berkembang biak. Bahkan fisik manusia kadangkala lebih lemah
daripada binatang. Rohani manusia terdiri atas unsur pikir, cipta, rasa dan karsa
serta budinurani (Noorsyam, 2005). Ketiganya
tidak dapat dipisahkan sekalipun dapat dibedakan. Kecenderungan pada salah satu
aspek membuat kehidupan rohaninya tidak seimbang. Bukankah Anda pernah
mendengar bahwaorang yang cenderung mengutamakan perkembangan pikirnya, membuat
kehidupannya menjadi “kering” dari aspek perasaan dan budi pekertinya? Sekarang
ini, banyak orang yang sudah berpendidikan
tinggi, tetapi mengalami krisis dalam bidang sikap dan pekertinya?
Mengapa dapat terjadi demikian?
2.
Sifat kodrat manusia
Berdasarkan sifat kodratnya, manusia
itu memiliki sifat individu dan sosial. Sifat individu tampak dalam perilakunya
yang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri. Sifat sosial tampak pada
perilaku yang cenderung untuk berkelompok, berinteraksi, dan membutuhkan orang
lain. Dari sifat kodrat ini dapat
diketahui bahwa HAM itu memiliki dimensi individual dan sosial. Aspek
individu dari HAM adalah setiap individu
manusia itu memiliki hak-hak dasar sebagai individu yang tidak dapat dilanggar
oleh orang lain.
3.
Kedudukan kodrat manusia
Kedudukan kodrat manusia
menempatkan manusia sebagai makhluk
susila. Sebagai makhluk yang otonom manusia memiliki kebebasan ketika mempertimbangkan
pilihan-pilihan yang akan diambil. Pertimbangan itu didasarkan pada kemampuan
fisik, berpikir, perasaan, dan kehendak, dan orang lain. Sesudah pilihan
diambil, maka ia harus menerima konsekuensi
dari pilihannya itu. Selain sebagai makhlum otonom, manusia memiliki ketergantungan
pada suatu kekuatan adikodrati, Tuhan Yang Maha Esa. Ketergantungan itu
menumbuhkan kesadaran bahwa supaya selamat dunia dan akhirat, ia harus menaati
semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangannya. Aturan dari Tuhan itu
diajarkan di dalam agama, dan dijadikan pedoman hidup manusia sehingga kehidupannya
menjadi religius. Orang yang religius cenderung untuk berbuat baik dengan
sesama sebagaimana diajarkan Tuhan melalui agama yang diyakini kebenarannya. Hakikat
kodrat manusia dijadikan dasar untuk memahami HAM. Konsep HAM di Indonesia
sesuai dengan pandangan hidup bangsa
(Pancasila) dan UUD 1945 (yuridis konstitusional) menempatkan HAM sejajar dengan
kewajiban asasi manusia (KAM). HAM itu bukan saja menyangkut hak-hak mendasar
manusia, tetapi di sisi lain melekat kewajiban mendasar manusia. Kewajiban
adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan HAM ditegakkan dan dilaksanakan (Kansil, 2003).
Sebagai
warga negara Indonesia (WNI), orang memiliki hak asasi tetapi di sisi
lain memiliki kewajiban asasi. Sebagai WNI, setiap orang wajib mematuhi
peraturan perundangan, hukum tidak tertulis (moral),menghormati HAM orang lain,
mematuhi HAM internasional yang sudah diterima (diratifikasi) oleh bangsa
Indonesia, wajib membela negara, dan lain sebagainya. Kewajiban asasi sebagai
sisi lain yang tak terpisahkan dari HAM
sering kali tidak dilihat dan dihormati oleh seseorang. Misalnya, hak hidup
(pasal 28 ayat A UUD 1945) bersifat universal, tetapi di sisi lain ada
kewajiban asasi untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas
kehidupannya. Tindakan kekerasan, penyiksaan, dan bunuh diri
apalagi membunuh orang lain, sangat bertentangan dengan kewajiban asasi tersebut.
Kewajiban asasi bukan hanya menyangkut orang lain saja tetapi juga pada diri
sendiri. Setiap orang berhak atas hak-hak dasar yang dimiliki tetapi yang
bersangkutan berkewajiban memperjuangkan dan mempertahankan agar hak dasarnya
tidak dilanggar orang lain. Supaya tidak terjadi saling melanggar hak asasi atas orang lain, maka diperlukan instrumen
hukum. Aturan hukum dan perundangan dimaksudkan untuk:
1.
ketertiban dan keamanan,
2.
keadilan,
3.
kesejahteraan,
4.
kepastian hukum, dan
5.
melindungi hak asasi manusia.
Sumber dan Nilai Hak Asasi Manusia
Hak asasi sebagai predikat dan
martabat manusia itu memiliki sumber nilai tertentu. Sumber nilai itu diyakini
kebenarannya dan dijadikan pedoman untuk
menyelesaikan masalah HAM yang dihadapinya. Adapun nilai-nilai yang dijadikan sumber
HAM itu adalah sebagai berikut:
1.
Nilai ketuhanan.
2.
Nilai kemanusiaan.
3.
Nilai kebudayaan.
4.
Nilai-nilai moral.
5.
Nilai hukum.
6.
Nilai keadilan .
1. Nilai Ketuhanan
Kepercayaan manusia terhadap suatu
kekuatan adikodrati sudah tumbuh setua usia manusia itu sendiri. Sejarah
manusia dan ajaran agama senada dalam memberikan penjelasan bahwa manusia itu tidak mampu menyelesaikan sendiri masalah
yang dihadapinya. Ketidakmampuan manusia itu kemudian membuatmanusia mencari
penyelesaian melalui kepercayaan. Sistem kepercayaan tentang suatu kekuatan
adikodrati itu kemudian menjadi embrio lahirnya agama. Keyakinan itu kemudian
memperoleh penegasan ajaran agama, baik agama budaya maupun agama
langit. Hak-hak dasar yang dimiliki manusia itu diyakini sebagai anugerah Tuhan
sehingga implementasi HAM tidak boleh
bertentangan dan harus sesuai dengan ajaran Tuhan. Bahkan HAM semakin meningkatkan
dan memperkokoh rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran
Tuhan merupakan sumber nilai yang tak terbatas. Ilmu yang dikembangkan dari
nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan tidak ada habisnya. Demikian pula dengan
HAM, bersumber pada nilai ketuhanan sehingga HAM yang dikembangkan tidak
menyalahi aturan yang ditetapkanNya.
Semakin religius seseorang maka ia akan semakin menghargai HAM. Sebab, didepan
Tuhan semua manusia sama, dan yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya.
Bukankah HAM itu menempatkan manusia memiliki kesetaraan sebagai manusia?
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai-nilai kemanusiaan merupakan sumber
nilai bagi HAM. Tanpa nilai kemanusiaan HAM akan mengakibatkan manusia keluar
dari jati dirinya sebagai manusia. Bukankah manusia itu dikatakan sebagai
manusia karena kemanusiaannya yang dimiliki? Bila ia telah hilang
kemanusiaannya, maka ia tidak lebih tinggi atau bahkan lebih rendah dari
binatang. Harkat dan martabat manusia terletak pada kemampuan menghargai hak
asasinya. Sebutkan berbagai contoh yang menunjukkan pelanggaran nilai-nilai
kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM.
3. Nilai Kebudayaan
Nilai-nilai kebudayaan merupakan
sumber nilai bagi pengembangan HAM. Semakin tinggi tingkat kebudayaan dan
peradaban manusia maka semakin tinggi pula kemampuannya untuk melampaui
batas-batas alamiahnya. Semakin berbudaya menjadi semakin halus, lembut, dan
terdidik kepribadiannya. Orang yang tidak berbudaya sering dikatakan rendah
kehidupannya. Melalui kebudayaan manusia
mengekspresikan seluruh kehidupannya secara simbolik. Di dalam simbol itu ada nilai,
dan untuk memahaminya diperlukan interpretasi. Pemahaman manusia terhadap
segala sesuatu di luar dirinya dilakukan secara tidak langsung tetapi lewat simbol.
Untuk memahami hidupnya maka diperlukan interpretasi. Misalnya, ketika seseorang
sedang lapar, maka ia tidak seperti binatang yang langsung memberikan respon
dan memakan apa saja yang dirasa dapat memenuhi rasa laparnya. Cara makan orang
pun juga berbeda dengan binatang. Orang makan dan minum tidaksecara langsung
tetapi dimasak dahulu dan diberi berbagai bumbu yang disukai agar enak cita dan
rasanya. Penyajiannya juga dilakukan secara berbudaya, menggunakan tempat
khusus dan ditaruh di meja makan dengan segala kelengkapannya sehingga menjadi
semakin menarik. Demikian pula HAM, sekalipun universal, tetapi setiap kebudayaan
memiliki unsur universal pula sehingga antara kebudayaan dan HAM memiliki
keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu semakin mempertinggi derajat
kemanusiaan. Carilah beberapa contoh lain bahwa HAM itu menunjukkan tingkat
kebudayaan seseorang atau suatu masyarakat.
4. Nilai Moral
Norma moral berupa ajaran baik dan
buruk berdasarkan kebiasaan masyarakat, juga menjadi sumber nilai bagi HAM.
Moral itu sifatnya praktis karena mengatur perilaku baik atau buruk
berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Oleh karena itu ajaran moral suatu masayarakat yang satu
berbeda dengan masyarakat yang lain. Sekalipun berbeda, tetapi dapat ditemukan
unsur yang sama di dalam setiap moral. Unsur yang sama tersebut adalah
pertama, aturan tentang perbuatan baik
dan buruk. Kedua, aturan harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Ketiga,
pelanggaran atas aturan menimbulkan sanksi moral berupa perasaan bersalah. Keempat,
tujuan moral adalah membentuk manusia yang baik menurut ukuran masyarakat. Ketika
pelaksanaan HAM itu bertentangan dengan norma-norma moral, maka akan mengakibatkan HAM tidak
dapat diterima oleh masyarakat. Sebagai contoh, di Eropa orang meminum minuman
keras merupakan upaya untuk menghilangkan hawa dingin. Mengkonsumsi minuman
keras secara berlebihan akan membuat mabuk dan kehilangan kendali dan kesadaran
diri. Akibatnya, orang mabuk dapat melakukan perbuatan melanggar hukum dan HAM.
Kebiasaan minum minuman keras di Eropa itu apabila dibawa ke Indonesia, akan
bertentangan dengan norma moral masyarakat yang religius, bahkan bertentangan
dengan hukum yang berlaku.
5. Nilai Hukum
Pelaksanaan dan perlindungan HAM tidak
memperoleh kekuatan yang tetap dan efektif, manakala tidak didasari dengan
hukum. Melalui perlindungan hukum itu HAM
akan memiliki kepastian hukum, dan setiap orang dewasa dianggap tahu tentang
hukum serta wajib menaatinya. Bahkan, negara
yang tidak mencantumkan HAM di dalam sistem hukum nasional akan dikatakan
kurang serius di dalam menghormati HAM dan akan dikucilkan dari masyarakat
internasional.Hukum merupakan sumber nilai HAM. Di dalam hukum, ada aturan baik
dan buruk perilaku suatu anggota masyarakat yang bersifat formal dan tegas.
Setiap hukum memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
- Aturan tentang perilaku manusia.
- Aturan dibuat oleh lembaga yang
berwenang.
- Aturan bersifat formal dan tegas.
- Setiap orang wajib tunduk dan patuh
terhadap aturan.
- Pelanggaran atas aturan akan
dikenai sanksi yang tegas.
HAM yang tidak dilandasi oleh hukum akan
menimbulkan konflik atau pelanggaran. Bahkan HAM tidak akan memiliki kekuatan
untuk ditegakkan tanpa ada hukum. Hukum itu dibuat untuk melindungi HAM dan
hukum tanpa HAM akan menimbulkan kesewenang-wenangan hukum. Namun demikian HAM
tanpa hukum maka HAM itu akan lemah, karena hukum itu untuk mengatur agar HAM
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
6. Nilai Keadilan
Pemahaman tentang keadilan bermacam-macam.
Ada orang yang memahami keadilan itu sebagai penyamarataan. Dikatakan adil
karena setiap orang memperoleh bagian yang sama. Aristoteles membedakan keadilan
menjadi tiga macam. Keadilan tersebut adalah keadilan komutatif, distributif,
dan legal. Nilai keadilan harus menjadi
dasar dalam pengembangan HAM. Tanpa keadilan, HAM menjadikan manusia
kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Manusia akan sewenang-wenang dan
melanggar HAM manusia lainnya. Misalnya,
dalam melaksanakan kebebasan orang perlu memperhatikan kebebasan orang lain. Orang
boleh mendengarkan musik sekeras-kerasnya selama orang lain tidak terganggu
dengan suara musik tersebut.
Sumber: Materi Ajar Pembelajaran HAM S1 PJJ PGSD Tahun 2007
Carilah referensi lain sebagai perbandingan materi agar pengetahuan Anda lebih kaya dan menjadikan Anda semakin bijak! Mudahan, artikel ini bermanfaat buat Anda yang membutuhkan :D