|
Suasana siswa sedang belajar mapel SBK |
Hari sekolah Tahun Pelajaran 2018/2019 sudah dimulai. Warga sekolah kembali disibukkan dengan hari belajarnya di sekolahnya masing-masing. Tak terkecuali para guru juga sudah siap dengan rencana pelaksanaan pembelajarannya untuk mengisi aktivitasnya di dalam kelas. Banyaknya administrasi kelas yang harus dibuat dan diselesaikan oleh setiap guru sedikit banyaknya juga akan berpengaruh terhadap kegiatan pembelajarannya.
Selain untuk memenuhi alat bantu bahan pembelajaran, setiap guru juga dituntut dalam hal pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dirinya yang semua itu memerlukan pembagian waktu yang efektif dan efisien antara proses pembelajaran di kelas dan profesionalitasnya sebagai guru yang tak lepas dari segala macam jenis administrasi yang harus mereka buat dan selesaikan.
Sesuatu hal yang lumrah dan seperti sebuah tradisi jika setiap pergantian pemimpin negeri ini beserta perangkat pejabat-pejabatnya sering diumpamakan dengan istilah "Pemimpin baru, kebijakan baru". Terobosan baru akan sebuah kebijakan itu harus selalu ada agar boleh disebut sebuah "prestasi". Bagaimana jika kebijakan itu dianggap buruk dan justru terkesan mempersulit, apakah itu sebuah prestasi?
Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga tak luput dari stigma ini. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang sebelumnya diklaim sebagai kurikulum paling tepat dengan kondisi kearifan lokalnya ternyata tak bertahan lama karena tergerus dengan "terobosan" baru yang juga diklaim sebagai kurikulum sempurna dalam menerapkan kegiatan pembelajaran di sekolah. Ya, kurikulum 2013. Sebuah kurikulum yang menerapkan sistem pembelajaran terpadu berdasarkan tema tertentu yang disusun karena faktor kesamaan konteks pembelajarannya sehingga dengan sistem pembelajaran tematik ini efektifitas waktu dapat diterapkan, katanya.
Kurikulum 2013 mulai diterapkan sejak tahun 2013 silam pada sekolah-sekolah percontohan sebagai pilot project kebijakan ini dan terus diterapkan pada sekolah-sekolah lain secara bertahap hingga sekarang. Meskipun tidak mutlak secara wajib diterapkan untuk semua sekolah, namun dalam pelaksanaannya di lapangan sering muncul kecemburuan dan kesenjangan antara sekolah yang telah menerapkan kuirikulum 2013 dengan sekolah yang masih menggunakan KTSP. Tak terkecuali antar guru dalam internal sekolahnya masing-masing karena hingga saat ini contohnya di sekolah dasar (SD) hanya kelas 1, 2, 4, dan 5 saja yang baru menerapkan kurikulum 2013 ini.
Keluhan sulitnya menerapkan kurikulum 2013 di sekolah dasar khususnya ternyata cukup menyita perhatian pemerintah, dalam hal ini Dirjen Dikdasmen yang berada di bawah naungan Kemdikbud. Tentunya, keluhan penerapan kurikulum 2013 ini bukan tanpa dasar. Selain infrastruktur kelas, bahan/materi ajar, hingga kompetensi guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan kurikulum ini.
Lantas, benarkah kurikulum 2013 wajib dilaksanakan untuk tahun pelajaran 2018/2019 di semua jenjang sekolah?
Melalui surat yang diterbitkan oleh Dirjen Dikdasmen Pembinaan Sekolah Dasar tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar tertanggal 18 Juli 2018 disebutkan bahwa:
- Semua sekolah dasar wajib melaksanakan kurikulum 2013 namun dapat dilakukan secara bertahap;
- Bagi sekolah yang akan melaksanakan kurikulum 2013 untuk semua kelas harus memperhatikan dan mempertimbangkan kesiapan sekolah itu sendiri mulai dari guru, bahan ajar, dan perangkat lainnya.
Untuk lebih jelasnya Anda dapat membaca isi surat dari Dirjen Dikdasmen Pembinaan Sekolah Dasar tersebut pada link unduhan yang saya sertakan berikut ini.
Berdasarkan isi surat di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013 tidak wajib dilaksanakan tahun pelajaran 2018/2019 secara mutlak di semua sekolah, melainkan melalui pertimbangan kesiapan sekolah itu sendiri untuk melaksanakannya, seperti faktor bahan ajar, PTK, dan perangkat penunjang lainnya.
Pada dasarnya, sebaik dan sesempurna apapun kurikulum yang digunakan tidak akan menjamin keberhasilan sistem pendidikan jika salah satu unsur yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan itu terabaikan. Semoga, perbedaan penerapan kurikulum ini tidak menjadi pendidikan di negara ini terkotak-kotak, melainkan saling mengisi dan melengkapi kekurangan kurikulum masing-masing sehingga tercapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.