|
Proses imunisasi vaksin MR di SD Negeri 1 Birayang |
Polemik Program Nasional imunisasi vaksin Measles Rubella (MR) untuk kalangan siswa SD hingga SMA hingga kini terus menjadi perbincangan dan perdebatan di tengah masyarakat. Ada yang mendukung imunisasi ini, namun ada pula yang menolak dengan alasan status kehalalan yang belum jelas.
Sebelumnya pihak MUI selaku pihak yang berwenang menetapkan fatwa tentang kehalalan vaksin MR ini bagi kalangan muslim menolak keras pernyataan Kemenkes yang mengklaim telah mendapati sertifikasi halal atas vaksin ini. Menyikapi hal itu, MUI memberikan klarifikasi dengan menerbitkan surat edaran dengan nomor B-904/DP-MUI/VII/2018 tentang Vaksin MR tertanggal 25 Juli 2018.
Silakan baca: MUI Bantah Vaksin MR Sudah Kantongi Sertifikasi Halal
Untuk menghindari polemik ini berkepanjangan di kalangan masyarakat, akhirnya pihak MUI dengan Menkes RI bersedia duduk bersama untuk menyatakan satu sikap suara yang pada intinya memberikan kepastian program imunisasi nasional ini lanjut atau berhenti.
Inilah hasil pertemuan silaturrahmi Ketua Umum MUI dengan Menkes RI menyikapi penggunaan Vaksin MR produk SII dari India yang dilangsungkan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2018. Informasi hasil pertemuan ini merupakan poin-poin yang disarikan berdasarkan pesan berantai di beberapa media sosial yang disebarkan a.n. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh. Berikut isi hasil pertemuannya:
- Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) melaksanakan silaturrahim dan pertemuan dengan Pimpinan MUI untuk konsultasi keagamaan dan permohonan fatwa tentang imunisasi MR yang diprogramkan Pemerintah. Pertemuan dilaksanakan pada Jumat (3/8/2018) selepas shalat Jumat, di lantai 2 Kantor MUI Jl. Proklamasi Jakarta mulai pukul 13.15-14.45 WIB. Pertemuan ini merupakan inisiasi kedua belah pihak, sebagai komitmen untuk menjamin kesehatan masyarakat dan menjamin hak beragama. Kemkes mengajukan surat permohonan konsultasi keagamaan tanggal 24 Juli 2018, dan MUI bersurat kepada Menkes pada 25 Juli 2018;
- Dalam pertemuan tersebut, hadir dari MUI Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, wakil ketua umum, beberpa ketua dan wakil sekjen MUI, Direktur dan beberapa wakil direktur LPPOM MUI, serta Sekretaris, beberapa wakil sekretaris dan anggota Komisi Fatwa. Sementara dari Kemenkes, hadir Menkes Ibu Nila Muluk, Dirjen P2P, Staf Ahli, serta Dirut PT. Biofarma selaku importir vaksin MR yang digunakan untuk program imunisasi MR. Rapat dipandu oleh Direktur LPPOM dan diberikan arahan langsung Ketua Umum MUI;
- Dalam pertemuan tersebut, MUI, sesuai Fatwa Nomor 4/2016 menjelaskan: (i) Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. (ii) Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci. (iii) Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram. (iv) Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan, kecuali: a) digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat; b) belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan c) adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal;
- Dalam forum tersebut dijelaskan mengenai permasalahan yang muncul untuk memperoleh jalan keluar, diantaranya: a) Produk vaksin MR belum dimohonkan sertifikasi halal, sehingga belum ada pemeriksaan. Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa vaksin yg diproduksi Serum Institut of India (SII) tersebut halal atau haram. Kemkes berkomitmen untuk memperhatikan aspek keagamaan dalam pelaksanaan imunisasi MR dengan konsultasi dan peemhonan fatwa; b) Adanya keresahan masyarakat mengenai kesimpangsiuran informasi tentang kehalalan perlu segera direspon secara bijak dan agar ada kepastian serta ada panduan keagamaan yang tepat;
- Beberpa kesepakatan yang menjadi hasil pertemuan adalah: a) Menkes dan Dirut PT Biofarma sbg importir vaksin MR produksi SII berkomitmen untuk segera mengajukan sertifikasi halal atas produk vaksin MR dan permohonan fatwa tentang pelaksanaan imunisasi MR; b) Menkes RI atas nama negara mengirim surat ke SII untuk memberikan dokumen terkait bahan-bahan produksi vaksin dan akses untuk auditing guna pemeriksaan halal; c) Komisi Fatwa, atas permintaan Kemkes akan segera membahas dan menetapkan fatwa tentang imunisasi MR dengan menggunakan vaksin MR produk SII dalam waktu secepatnya; d) Menkes RI menunda pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat muslim sampai ada kejelasan hasil pemeriksaan dari produsen dan ditetapkan fatwa MUI. Sementara untuk masyarakat yang tidak memiliki keterikatan tentang kehalalan/kebolehan secara syar'i, tetap dilaksanakan.
Dari hasil pertemuan di atas dapat disimpulkan bahwa program nasional imunisasi vaksin MR ini terus berlanjut bagi mereka yang non muslim sesuak jadwal yang telah ditetapkan. Namun, bagi mereka yang beragama Islam ditunda hingga diterbitkannya status kehalalan vaksin MR ini.