Kepala Sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), atau Sekolah Indonesia di Luar Negeri.
 |
Terhitung tahun 2020 mendatang, setiap kepsek wajib memiliki NUKS. Nomor unik ini diperoleh melalui diklat kompetensi yang diselenggarakan oleh masing-masing LPPKS |
Sebagaimana kita ketahui bahwa jabatan kepala sekolah pada lembaga resmi/formal diatur melalui Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018. Dalam Permendikbud ini beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan.
Namun, dalam hal kondisi tertentu terjadi kekurangan guru pada satuan pendidikan, Kepala Sekolah dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan agar proses pembelajaran atau pembimbingan tetap berlangsung pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Mengacu pada Permendikbud di atas, bahwa untuk memiliki jabatan sebagai kepala sekolah harus melewati beberapa tahapan. Pemerintah melalui Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) akan menerbitkan sertifikat kepala sekolah baik sekolah negeri maupun swasta, mulai jenjang TK sampai dengan SMA/SMK.
Sertifikat ini menggambarkan bahwa yang bersangkutan telah kompeten dan memenuhi kriteria sebagai kepala sekolah. Jika pada guru dikenal dengan istilah sertifikat pendidik.
Dengan sertifikat akan diperoleh semacam nomor register sebagai kepala sekolah. Nomor register ini dikenal dengan NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) RI mewajibkan seluruh kepala sekolah (Kepsek) memiliki Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS) pada 2020 mendatang.
Syarat untuk mendapatkan sertifikat kompetensi sebagai kepala sekolah harus melalui pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui LPPKS.
Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah adalah penyiapan kompetensi calon Kepala Sekolah untuk memantapkan wawasan, pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan dalam memimpin sekolah.
Jika mengacu pada Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018, guru dapat menjadi bakal calon Kepala Sekolah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari perguruan tinggi dan program studi yang terakreditasi paling rendah B;
- memiliki sertifikat pendidik;
- bagi Guru Pegawai Negeri Sipil memiliki pangkat paling rendah Penata, golongan ruang III/c;
- pengalaman mengajar paling singkat 6 (enam) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/TKLB memiliki pengalaman mengajar paling singkat 3 (tiga) tahun di TK/TKLB;
- memiliki hasil penilaian prestasi kerja Guru dengan sebutan paling rendah “Baik” selama 2 (dua) tahun terakhir;
- memiliki pengalaman manajerial dengan tugas yang relevan dengan fungsi sekolah paling singkat 2 (dua) tahun;
- sehat jasmani, rohani, dan bebas NAPZA berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit Pemerintah;
- tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- tidak sedang menjadi tersangka atau tidak pernah menjadi terpidana; dan
- berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai Kepala Sekolah.
Adapun persyaratan untuk dapat mengikuti diklat kompetensi kepala sekolah berdasarkan informasi LPPKS Solo adalah sebagai berikut:
- Kepala Sekolah sudah memiliki sertifikat Pendidik;
- Berijazah minimal sarjana (S1) atau D4 dari perguruan Tinggi yang terakreditasi minimal B;
- Sudah mempunyai NUPTK;
- Usia maksimal 56 Tahun pada saat mendaftar sebagai peserta pelatihan;
- Diangkat sebagai kepala sekolah sebelum bulan April 2018;
Pemerintah (Kementerian Pendidikan) telah mangalokasikan anggaran baik APBN maupun APBD untuk mendanai kegiatan pelatihan Penguatan Kepala Sekolah. Sehingga, kepala sekolah dilarang mengeluarkan dana pribadi untuk kepentingan mengikuti pelatihan.
Saat ini, sudah dilaksanakan pelatihan tersebut menggunakan dana APBN maupun APBD dengan sasaran kepala sekolah yang memenuhi syarat.
Kepsek yang tidak memiliki sertifikat kompetensi dapat mengganggu jalannya pendidikan di suatu sekolah yang dipimpinnya.
Jika kepsek tidak miliki sertifikat kompetensi kepala sekolah imbasnya besar sekali, antara lain:
- Tunjangan sertifikasi tidak bisa dibayarkan;
- Tidak bisa melakukan peng-input-an pada aplikasi Dapodik untuk melakukan pembayaran dana bantuan operasional sekolah (BOS);
- Guru-guru di sekolah itu juga tidak bisa dibayar sertifikasinya kalau ada kepala sekolah tidak memiliki NUKS.
Meskipun di tahun 2019 ini masih mendapat toleransi, namun untuk tahun 2020 diharapkan tidak ada lagi Kepala Sekolah yang tidak memiliki NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah).
Saat ini, sedang disiapkan oleh kementerian tentang petunjuk pelaksanaan diklat untuk memperoleh NUKS bagi Kepsek, termasuk petunjuk apakah bisa dilaksanakan mandiri.
Jadi, bagi Kepsek yang belum memiliki NUKS, harus diikutkan diklat penguatan kepala sekolah, pelatihannya difasilitasi oleh Kemendikbud.